kapanlagi

detik

pc plus

Minggu, 29 November 2009

Haus Kekuasaan

Lain dulu lain sekarang. Mungkin ungkapan ini cocok dengan keadaan kaum muslimin pada hari ini. Mereka telah terhempas jauh dari tuntunan Allah -Ta’ala-, dan Rasul-Nya -Shallallahu alaihi wa sallam- . Besarnya gelombang syahwat dan syubhat membuat mereka terpisah jauh dari panutan mereka yaitu para sahabat nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para shalafush shaleh. Mereka beraqidah, bukan dengan aqidah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya. Mereka beribadah, bukan dengan ibadah yang dicontohkan oleh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya. Mereka bermu’amalah, bukan dengan mu’amalah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan para sahabat. Akhirnya, Allah Ta’ala membiarkan mereka memilih jalannya sendiri dan memalingkan mereka dari kebenaran, kemana mereka mau berpaling sebagai hukuman kepada mereka atas kedurhakaannya kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, dan akibat mereka tidak mau mengikuti jalannya para sahabat.

Allah -Ta’ala- berfirman,

“Barang siapa yang durhaka kepada Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalan orang-orang beriman (para sahabat) Kami biarkan dia dalam kesesatannya dan kelak kami akan masukkan mereka ke dalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ :115)

Jika kita mau memperhatikan kondisi kaum muslimin pada hari ini dan membandingkannya dengan para sahabat dan pengikut mereka yang setia, maka kita akan mendapatkan perbedaan yang sangat jauh. Pada hari ini, kaum muslimin berlomba-lomba dan haus kekuasaan untuk mendapatkan jabatan dan menjadi pemimpin. Padahal para salaf terdahulu menjauhi dan menghindarinya.

Segala cara mereka tempuh, tanpa peduli lagi dengan halal tidaknya. Maka nampaklah gambar-gambar mereka terpampang di setiap sudut jalan dengan kata-kata yang menggoda berharap agar mereka dipilih oleh masyarakat. Mulai dari orang kaya sampai guru ngaji; yang tua maupun yang muda, semua berebut kursi jabatan. Sungguh sial para pengemis kekuasaan tersebut; mereka telah menghamburkan harta dimana-mana demi meraih kekuasaan. Andaikan harta yang mereka hamburkan dalam pesta demokrasi itu mau dikumpulkan, lalu disedekahkan di jalan Allah, niscaya banyak orang yang akan merasakan manfaatnya. Tapi demikianlah setan menghiasi kehidupan dunia ini dengan segala macam tipuannya untuk membinasakan manusia, dan membuat mereka rugi di dunia.

Para salafush shaleh terdahulu sangat takut jika mereka diberikan kekuasaan. Sebab mereka tahu dan pahami besarnya konsekuensi dan pertanggung jawaban kekuasaan kelak di sisi Allah -Ta’ala-

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ, فَاْلأَمِيْرُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Ingatlah, setiap orang diantara kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang amir (pemimpin masyarakat) yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin, dan ia akan ditanya tentang rakyatnya". [HR. Bukhari (5200) dan Muslim (4701)]

Seorang yang mau menjadi pemimpin dan penguasa, harus mengetahui betul bahwa kekuasaan adalah amanah yang amat berat dipundak, dan tanggung jawab yang amat besar di sisi Allah,sebab ia harus menunaikan hak orang banyak, dan berbuat adil kepada mereka sebagaimana halnya mereka ingin agar rakyat menunaikan tugasnya di hadapan dirinya. Sungguh tugas ini amat berat digenggam, dan amat berbahaya. Tak heran jika Panutan kita, Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengingatkan kita tentang bahayanya kekuasaan, dan orang yang memintanya.

Abdur Rahman bin Samuroh -radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-bersabda kepadaku,

يَا عَبْدَ الرَّحْمنِ بْنَ سَمُرَةَ لاَ تَسْأَلِ اْلإِمَارَةَ, فَإِنَّكَ إِنْ أُوْتِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا, وَإِنْ أُوْتِيْتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

"Wahai Abdur Rahman bin Samuroh, janganlah engkau meminta kekuasaan. Karena jika kau diberi kekuasaan dari hasil meminta, maka engkau akan diserahkan kepada kekuasaan itu (yakni, dibiarkan oleh Allah & tak akan ditolong, pent.). Jika engkau diberi kekuasaan, bukan dari hasil meminta, maka engkau akan ditolong". [HR. Al-Bukhoriy (6622, 6722, 7146, & 7147), dan Muslim (4257, & 4692)]

Abu Musa Al-Asy’ariy-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

دَخَلْتُ عَلَى النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلاَنِ مِنْ بَنِيْ عَمِّيْ, فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلاَّكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ, وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ, فَقَالَ: إِنَّا,وَاللهِ ! لاَ نُوَلِّيْ عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلاَ أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ

"Aku pernah masuk menemui Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersama dua orang sepupuku. Seorang diantara mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jadikanlah kami pemimpin dalam perkara yang Allah -Azza wa Jalla- berikan kepadamu. Orang kedua juga berkata demikian. Maka beliau bersabda, "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan pekerjaan ini kepada orang yang memintanya, dan tidak pula orang yang rakus kepadanya". [HR. Al-Bukhoriy (7149), dan Muslim (1733)]

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

لَنْ أَوْ لاَ نَسْتَعْمِلُ عَلَى عَمَلِنَا مَنْ أَرَادَهُ

"Kami tak akan mempekerjakan dalam urusan kami orang yang menginginkannya". [HR. Al-Bukhoriy (2261, 6923, & 7156), dan Muslim (1733)]

Seorang yang meminta kekuasaan dan rakus terhadapnya akan mengalami penyesalan, sebab ia bukan ahlinya. Kekuasaan menjadi sebuah kenikmatan sementara, sedang kesusahan dan tanggung jawab akan menanti di Padang Mahsyar.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى اْلإِمَارَةِ وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الفَاطِمَةُ

"Sesungguhnya kalian kelak akan rakus terhadap kekuasaan, dan kekuasan itu akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Kekuasaan adalah sebaik-baik penetek(yakni, awalnya penuh kelezatan dan kenikmatan, pent.), dan sejelek-jelek penyapih (yakni, di akhirnya, saat terjadi kudeta, dan pertanggungjawaban di hari akhir, pent.)". [HR. Al-Bukhoriy (6729), dan An-Nasa'iy (4211 & 5385)]

Sungguh nasihat dan wejangan berharga ini seyogyanya menjadi peringatan bagi kaum muslimin tentang beratnya tanggung jawab menjadi seorang pemimpin. Hendaknya jangan berani meminta kekuasaan. Sebelum seorang diberi kekuasaan dan tanggung jawab, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan takut akan azab-Nya dengan membentengi diri mereka dengan ilmu sebelum menjadi pemimpin.

Seorang ulama’ tabi’in, Al-Ahnaf bin Qois Al-Bashriy -rahimahullah- berkata, “Umar bin Khattab pernah mengatakan kepada kami, “Pelajarilah ilmu agama sebelum kalian memegang kekuasaan”. Sufyan berkomentar, “Karena seseorang yang telah mengetahui ilmu agama, ia tidak akan berhasrat lagi mengejar kekuasaan.” [Lihat Shifatush shafwah (2/236)]

Demikian pula para salaf yang lain, mereka sangat takut jika diberi kekuasaan. Al-Miswar bin Makhromah-radhiyallahu ‘anhu- bekata, “Ketika Abdur Rahman bin Auf diberi mandat dalam majlis syura (dewan musyawarah pemilihan khalifah dari kalangan ulama yang cerdik dan pandai). Beliau adalah orang yang paling kuidamkan untuk menduduki jabatan khalifah. Kalau beliau enggan, sebaiknya Sa’ad. Tiba-tiba Amru bin Ash menjumpaiku dan berkata, “Apa kira-kira pandangan pamanmu Abdur Rahman bin Auf, kalau ia menyerahkan jabatan ini kepada orang lain, padahal dia tahu bahwa dirinya lebih baik dari orang itu?”. Aku segera menemui Abdurrahman dan menceritakan kepada beliau pertanyaan itu. Beliau lalu berkomentar, “Seandainya ada orang meletakkan pisau dileherku lalu menusuknya hingga tembus, itu lebih kusukai daripada menerima jabatan tersebut”. [Lihat Siyar Al-A'lam An-Nubala’ (1/87-88)].

Utsman bin Affan pernah mengeluh karena mimisan (keluar darah dari hidung), lalu beliau memanggil Humran. Beliau berkata, “Tuliskan mandat untuk Abdurrahman untuk menggantikan aku bila aku meninggal". Maka Humran pun menuliskan mandat itu. Setelah itu, Humran datang menjumpai Abdur Rahman seraya berkata, “ Ada kabar gembira”. Abdur Rahman bertanya, “Kabar apakah itu?”. Humran berkata, “Utsman telah menuliskan mandat untuk anda sepeninggalannya”.Abdur Rahman pun segera berdiri di antara makam dan mimbar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- (yakni, di Raudhah), lalu berdo’a, “Ya Allah apabila penyerahan jabatan dari Utsman sepeninggalnya betul-betul terjadi, maka matikanlah aku sebelum itu”. Tak lebih enam bulan berselang, beliau pun wafat. [Lihat Siyar Al-A'lam An-Nubala’ (1/88)]

Yazib bin Al-Muhallab ketika diangkat sebagai gubernur Khurasan, ia membuat pernyataan,“Beritahukanlah kepadaku tentang seorang laki-laki yang memiliki kepribadian yang luhur lagi sempurna”. Beliau lalu dikenalkan kepada Abu Burdah Al-Asy’ariy. Ketika Sang Gubernur menemui Abu Burdah, ia mendapatinya sebagai seorang lelaki yang memiliki keistimewaan. Ketika Abu Burdah berbicara, ternyata apa yang ia dengar dari ucapannya lebih baik dari apa yang ia lihat dari penampilannya. Sang Gubernur lantas berkata, “Aku akan menugaskanmu untuk urusan ini dan ini, yang termasuk dalam kekuasaanku". Abu Burdah meminta maaf karena tidak bisa menerimanya. Namun Sang Gubernur tidak menerima alasannya. Akhirnya Abu Bardah pun berkata, “Wahai Gubernur, sudikan anda mendengarkan apa yang disampaikan oleh ayahku? Bahwa ia pernah mendengar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda”. Gubernur berkata,“Sampaikanlah”. Abu Bardah berkata, “Sesungguhnya Ayahku (Abu Musa Al-‘Asy’ariy) telah mendengar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

“Barang siapa yang ditugaskan untuk memikul suatu pekerjaan yang dia tahu bahwa dirinya bukanlah orang yang ahli atau pantas dalam pekerjaan tersebut, bersiap-siaplah ia masuk ke dalam neraka”.

Aku bersaksi wahai Gubernur, "Bahwa aku bukanlah orang yang ahli atau pantas dalam urusan yang anda tawarkan". Sang Gubernur justru berkata, “Dengan ucapanmu itu, kamu justru membuat kami makin berhasrat dan senang menaruh kepercayaan kepadamu. Laksanakanlah dengan segala tugas-tugasmu. Kami tidak bisa menerima alasanmu”. Maka lelaki itu pun menjalankan tugasnya di antara mereka selama beberapa waktu. Lalu ia meminta ijin untuk dapat menemui Gubernur, dan ia diijinkan. Lalu ia berkata, “Wahai Gubernur, sudikan anda mendengarkan apa yang disampaikan ayahku kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “terlaknatlah orang yang meminta atas nama Allah. Terlaknatlah orang yang diminta atas nama Allah, lalu tidak mengabulkan permintaan si peminta, selama ia (si peminta) tidak meminta perkara yang memutuskan persaudaraan”.

Sekarang aku minta atas nama Allah untuk tidak menjalankan tugas lagi, dan memaafkan saya atas pekerjaan yang telah saya lakukan.” Maka sang Gubernur pun menerima alasannya. [LihatSiyar Al-A'lam An-Nubala’ (4/345)]

Sufyan berkata, “Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita bisa dapati orang zuhud dalam hal makanan, minuman, harta, dan pakaian, namun kalau kita berikan kepadanya kekuasaan, ia akan mempertahankannya dan berani bermusuhan membelanya”. [Lihat Siyar Al-A'lam An-Nubala’ (7/262)]

Itulah sebagian dari nasihat dan mutiara hikmah dan petuah salafush shaleh yang tinggi mutunya, mahal harganya, dan besar faedahnya. Kalimat yang muncul dari lisan generasi terbaik umat ini. Yakni sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in -radhiyallahu anhum-.

Allah -Ta’ala- berfirman ketika memuji mereka,

“Orang-orang yang terduhulu lagi pertama dari kalangan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah dan Dia menyiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamanya. Itulah kemenangan yang besar”. ( QS. At-Taubah: 100)

Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Allah mengabarkan tentang ridhonya kepada orang-orang beriman dari kalangan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, serta keridhoan mereka kepada Allah. Dengan apa yang Allah telah siapkan mereka berupa surga-surga yang nikmat dan kenikmatan yang abadi [Lihat Tafsir Al-Qur’anil Adzim (2/398)]

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah di zamanku, kemudian setelahnya (tabi’in), kemudian setelahnya (tabi’ut-tabi’in)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Asy-Syahadat (2509), dan Muslim dalam Fadho'il Ash-Shohabah (2533)]

Ayat dan hadits di atas menjelaskan kepada kita tentang keutamaan dan kedudukan yang agung yang telah diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik. Karena itu, hendaknya kita menjadikan mereka sebagai panutan dan suri teladan yang baik. Merekalah yang dikenal dengan "Salafush Sholih" (Pendahulu yang Baik)

Alangkah indahnya ucapan Abdullah bin Mas’ud-radhiyallahu ‘anhu-, “Barangsiapa yang ingin mengambil teladan maka hendaklah ia mengambil teladan pada orang yang telah meninggal (yakni, para sahabat), sebab orang yang masih hidup tidaklah aman dari ujian. Mereka adalah para sahabat nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-, mereka adalah manusia terbaik umat ini, yang paling bagus hatinya, yang paling dalam ilmunya, dan paling sedikit membebani diri. Mereka adalah suatu kaum yang dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya. Maka kenalilah keutamaan mereka! Ikutilah jalan mereka, dan berpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka semampu kalian, karena mereka berada pada petunjuk yang lurus [HR. Abu Nua’im dalam Al-Hilyah (1/305)]

Al-Imam Abu Amer Al-Auza’iy-rahimahullah- berkata, “Sabarkanlah dirimu di atas sunnah. Berhentilah di mana kaum itu (para sahabat) berhenti. Berucaplah dengan apa yang mereka ucapkan, tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan salafush shalehmu (pendahulumu yang shaleh). Karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka”. [HR. Al-Lalikaa'iy dalam Syarh I'tiqod Ahlis Sunnah(no.315), Al-Ajurriy dalam Asy-Syari' ah (1/148)]

Inilah beberapa buah petikan nasihat dari kehidupan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya yang jauh dari ketamakan terhadap kekuasaan. Mereka amat takut menerima kekuasaan; berbeda dengan orang-orang di akhir zaman ini, mereka berlomba-lomba meminta kekuasaan dengan berbagai macam dalih, seperti "Demi Islam". Padahal semuanya demi kursi!! Islam tak butuh kepada perjuangan yang jauh dari petunjuk Islam. Fa’tabiruu ya ulil abshor.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 98 Tahun II.

»»  read more

Bahaya SMS

Pembaca yang budiman, pasti anda sudah mengenal "SMS" yang kita kenal di HP (short message service). Sepintas jika membaca judul di atas " Bahaya SMS ", mungkin pikiran anda akan lari kepada SMS yang ada di dunia telekomunikasi. Tapi SMS yang dimaksud dalam judul adalah singkatan dari "Syirik Menghancurkan Segalanya". Silahkan baca dan nikmati tulisan ini !!

Apa itu syirik?

Syaikh Muhammad bin Ali Al-Wushobiy-hafizhahullah- berkata, "Syirik itu adalah seorang meyakini bahwa selain Allah ada yang mencipta, memberi rezqi, menghidupkan, mematikan, mengetahui perkara gaib, mengatur alam, atau seorang mengarahkan sejenis diantara jenis-jenis ibadah kepada selain Allah, seperti ruku’, sujud, menyembelih, bernadzar, berdo’a, dan lainnya. Syirik seperti ini mengeluarkan pelakunya dari agama". [Lihat Al-Qoul Al-Mufid (hal. 95), cet. Dar Ibnu Hazm]

Intinya, syirik adalah engkau menjadikan sesuatu tandingan bagi Allah baik dalam perkarauluhiyyah, rububiyyah, nama, dan sifat-sifat-Nya.

Adapun syirik dalam perkara rububiyyah, seperti engkau meyakini bahwa ada pencipta, pemberi rizki, yang menurunkan hujan, menghidupkan dan mematikan selain Allah, mempercayai dukun alias paranormal. Syirik dalam perkara uluhiyyah (ibadah), seperti berdo’a kepada selain Allah, takut, cinta, berharap, bertawakkal kepada selain Allah, bernadzar, menyembelih untuk selain Allah baik itu malaikat, nabi, orang shalih, jin, bintang, pepohonan, bebatuan dan, pesta laut, meminta kesembuhan, berkah, keselamatan kepada wali-wali, lain-lain. Dari sini kita mengetahui kesalahan sebagian orang yang mendefenisikan syirik terbatas hanya pada menyembah kepada berhala saja.Syirik dalam nama dan sifat-sifat-Nya, seperti engkau meyakini bahwa ada selain Allah yang memiliki nama atau sifat-sifat yang khusus bagi Allah. Maka engkau telah berbuat syirik dalam nama dan sifat-sifat Allah.

Sebagian masyarakat kita juga tersebar kesalahan dalam mendefenisikan syirik. Mereka menyatakan bahwa syirik adalah orang yang dengki dan iri. Iri dan dengki bukan syirik, tapi dosa besar !!

Bahaya-bahaya Syirik

  • Syirik akan Menhancurkan Segala Amalan

Banyak diantara kaum muslimin, karena jauhnya mereka dari ilmu dan agama mereka, sehingga mereka melakukan perbuatan kesyirikan yang mereka anggap sepeleh, bahkan memandangnya sebagai suatu perbuatan yang baik. Mereka tidak sadar bahwa syirik dapat menghapuskan segala amalan mereka. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman mengancam para nabi -Shollallahu ‘alaihim wasallam- andai ia berbuat syirik,

"Itulah petunjuk Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka menyekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS.Al-An’am : 88).

Al-Allamah Abu Sa’id Abdullah bin Umar Al-Baidhowiy-rahimahullah- berkata dalam memaknai ayat ini,"Andaikan para nabi -alaihish sholatu was salam- berbuat syirik, sekalipun mereka memiliki keutamaan dan kedudukan mereka tinggi, maka amalan mereka akan hancur, mereka akan sama dengan yang lainnya dalam kehancuran amalan-amalan mereka disebabkan gugurnya pahala amalan itu".[Lihat Anwar At-Tanzil (hal. 427)]

Adakah orang yang sanggup beramal seperti amalannya para nabi dan rasul? Tentu saja tidak ada. Karena mereka adalah orang-orang yang paling bertakwa kepada Allah dan orang-orang yang paling tahu tentang Allah

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

"Sesungguhnya yang paling bertaqwa dan paling mengetahui Allah di antara kalian adalah aku".[HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (20)].

Oleh karena itu, tidak seorang pun dari umat ini yang mampu menandingi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam beribadah kepada Allah. Bahkan begitu tekun, ikhlash dan lamanya beliau dalam melaksanakan shalat malam, sehingga sepasang kaki beliau pecah-pecah akibat lamanya berdiri sebagaimana yang dituturkan oleh A’isyah -radhiyallahu ‘anha-,

"Sesungguhnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- biasa melakukan shalat malam sehingga telapak kakinya pecah-pecah". A’isyah bertanya: "kenapa anda melakukan hal ini wahai Rasulullah? Bukankah Allah telah memberikan ampunan kepadamu atas dosa-dosa anda yang telah lalu dan yang akan datang?" beliau menjawab "apakah aku tidak senang menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur". [HR. Al-Bukhariy (4837) dan Muslim (2820)].

Inilah sebagian amalan yang dilakukan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . Kendati pun demikian Allah -Subhanahu wa Ta’la- mengancam beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan para nabi dan rasul sebelumnya,

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi) sebelummu jika kamu baerbuat syirik niscaya akan terhapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi". (QS.Az-Zumar :65 )

Jika Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- saja, makhluk yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah,itu pun diancam dengan ancaman seperti ini, lalu bagaimana dengan kita ?

  • Pelakunya Semakin Jauh dari Allah

Para Pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa syirik akan membuat seseorang jauh dari Allah dengan sejauh-jauhnya. Bacalah firman Allah -Ta’ala-,

"Dan barang siapa yang menyekutukan Allah maka seolah-olah ia jatuh dari langit kemudian ia disambar oleh burung atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh". (QS. Al-Hajj:31 )

Ahli Tafsir Jazirah Arab, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’diy-rahimahullah- berkata, "Barang siapa yang meninggalkan keimanan, maka ia ibarat sesuatu yang jatuh dari langit, besar kemungkinan ia mendapatkan penyakit, dan bala’; entah ia disambar burung, lalu ia tercabik-cabik berantakan. Demikian seorang yang berbuat kesyirikan, jika ia tak mau berpegang dengan keimanan, maka ia akan disambar oleh setan dari segala sisi, setan akan mencabik-cabiknya, dan akan menghilangkan agama dan dunianya".[Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal.538)]

Orang yang berbuat syirik akan semakin tersesat hidupnya di dunia ini. Adakah kesesatan yang lebih besar daripada kesesatan seseorang yang menganggap dirinya sedang melakukan pendekatan kepada Allah, namun pada hakikatnya ia semakin terlempar jauh dari Allah. Dia mengharapkan derajatnya naik ke surga, padahal hakikatnya ia tengah turun ke jurang neraka yang paling bawa sebagai tempat kembali yang paling buruk? Mereka ini laksana kaum yang dikabarkan oleh Allah,

"Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), "Kami tidak menyembah mereka, melainkan supaya mereka (sesembahan) itu mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (QS. Az-Zumar : 3 ).

Oleh karena itu, kesyirikan telah menutup mata mereka dari al-haq. Mereka memandang perbuatan-perbuatan syirik sebagai perbuatan yang baik. Mereka berusaha melestarikan syirik dengan alasan budaya sehingga muncullah istilah "Cagar Budaya". Padahal amalan yang disertai syirik –walau dianggap baik- akan dibinasakan oleh Allah; tak berguna bagi pelakunya, bahkan merugikan pelakunya.

Allah-Subhanahu wa Ta’la- telah kabarkan,

"Katakanlah (wahai Muhammad) apakah akan kami kabarkan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amalannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini. Sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah perbuat sebaik-baiknya mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rob mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan (dengan Dia) maka terhapuslah amalan-amalan mereka dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat". (QS. Al-Kahfi: 103-104).

Begitulah kalau seseorang sudah melampaui batas dirinya sebagai makhluk. Ia akan hidup di dalam kegelapan-kegelapan. Perhatikanlah firman Allah -Subhanahu wa Ta’la-,

Allah -Subhanahu wa Ta’la- juga berfirman,

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan". (QS. Al-An’am:122 ).

Kita berlindung kepada Allah dari kebutaan hati, karena hati yang buta akan melihat tauhid sebagai syirik, sunnah sebagai bid’ah, sesuatu yang ma’ruf sebagai kemungkaran.

  • Dosa yang Tidak Terampuni

Saudaraku, takutlah kalian kepada syirik ! Sebab syirik adalah dosa yang paling besar di sisi Allah,tidak dimaafkan di hari kiamat, jika pelakunya tidak bertaubat darinya sebelum ajal tiba. Karena Allah -Ta’ala- telah menyatakan di dalam kitabnya yang mulia,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni selain dari dosa syirik itu bagi siapa yang dikehendakinya". QS.An-Nisa : 48 & 116)

Ahli Tafsir Negeri Yaman, Muhammad bin Ali Asy-Syaukaniy-rahimahullah- berkata Fathul Qodir(1/717), "Tak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa seorang yang berbuat syirik, jika ia mati di atas kesyirikan, maka ia bukanlah termasuk orang berhak mendapatkan ampunan yang Allah anugrahkan kepada orang yang tidak berbuat syirik sebagaimana yang dituntut oleh kehendak-Nya".

Ayat ini menunjukkan betapa besarnya dosa syirik ini, hingga Allah -Ta’ala- tidak mau mengampuninya. Padahal Allah -Ta’ala- memiliki ampunan yang sangat luas, rahmat dan kasih sayang yang paling sempurna; amat mencintai hamba-hamba-Nya, melebihi cintanya seorang hamba kepada dirinya sendir!! Sekalipun demikian, Allah -Ta’ala- tidak akan mengampuni dosa pelaku kesyirikan. Kenapa? Karena mereka telah berbuat zholim kepada Allah. Mereka tinggal di bumi Allah,mereka makan dari rizki Allah; mereka hidup dengan nikmat-nikmat Allah; Semua fasilitas-fasilitas yang mereka butuhkan, semua itu datangnya dari sisi Allah. Namun mereka tidak mau beribadah hanya kepada Allah -Ta’ala- semata. Mereka justru beribadah, bersyukur dan meminta kepada mahluk yang tidak memiliki apapun, walaupun hanya seekor lalat.

Oleh karena itu, Luqman berwasiat kepada anak-anaknyaagar menjauhi kesyirikan karena syirik merupakan kezholiman yang terbesar.sebagaimana firman Allah -Ta’ala-,

"Dan (ingatlah)ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya,"Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah,sesungguhnya menyukutukan (Allah)adalah benar-benar kezholiman yang besar" (QS. Luqman:13 ).

Sahabat Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

"Aku bertanya kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab: "Kamu menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dia yang telah mencipatakan kamu". Aku berkata: "Itu memang dosa yang sangat besar lalu apa lagi? Beliau pun menjawab: "Kamu membunuh anakmu karena takut ia akan makan bersamamu". Aku bertanya: "Lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Kamu berzina dengan istri tetanggamu". [HR.Al-Bukhariy (7560) dan Muslim (86)].

Nash-nash ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada dosa yang lebih besar daripada syirik(menyekutukan Allah)

  • Diharamkan Surga bagi Pelaku Kesyirikan

Masuk ke dalam surga adalah harapan bagi setiap orang. Tidak ada satu hati pun, kecuali pasti merindukan masuk ke dalamnya. Tiada satu telingan pun yang bosan mendengar kabar-kabarnya. Karenanya, betapa celakanya jika ada orang yang diharamkan untuk merasakan kenikmatan dan keindahan surga. Itulah pelaku kesyirikan; Allah haramkan surga bagi mereka sebagai azab yang paling menghinakan disebabkan ke-syirik-an mereka. Allah berfirman,

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya ialah neraka tidalah ada bagi orang-orang yang dholim itu seorang penolong pun". (QS.Al-Maidah :72 ).

Al-Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata dalam Al-Jawab Al-Kafiy (hal.89),"Tatkala kesyirikan kepada Allah meniadakan maksud (penciptaan) ini, maka syirik menjadi dosa besar yang paling besar secara mutlak. Allah telah mengharamkan surga bagi setiap pelaku syirik; Dia halalkan darah, harta, dan keluarganya bagi orang yang bertauhid; Allah halalkan orang bertauhid menjadikan mereka sebagai budaknya, karena mereka tidak melaksanakan tugas peribadahan kepada Allah. Allah –Subhanahu- enggan untuk menerima amalan seorang yang berbuat syirik; enggan menerima syafa’at atau menerima do’a mereka di akhirat; enggan menerima ma’af mereka".

Allah -Ta’ala- telah menghikayatkan di dalam Al-Qur’an tentang orang-orang yang diharamkan untuk merasakan kenikmatan di dalam surga "Dan penduduk neraka memanggil penduduk surga, tuangkanlah air kepada kami atau dari apa-apa yang Allah telah rezkikan kepada kalian. Penduduk surga berkata: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya bagi orang-orang yang kafir".((QS.Al-A’raf :50 ).

Mengingat sedemikian gawatnya masalah syirik, maka kita berharap mudah-mudahan Allah berkenan melindungi kita dari perbuatan syirik, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan mematikan kita di atas tauhid.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 41 Tahun I.

»»  read more

Makanan Yang Haram

Allah swt berfirman:

“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS al-A’aam: 119).

Allah swt sudah menjelaskan kepada apa yang Dia haramkan atas kita dengan perincian yang jelas dan menerangkannya kepada kita dengan uraian yang sempurna, Allah swt berfirman:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging (hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” (QS al-Maaidah: 3).

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS al-An’aam: 121).

“Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS al-An’aam: 145).

Firman-Nya lagi:

“Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram.”(QS al-Maaidah: 96)

SESUATU YANG HUKUMNYA DISAMAKAN DENGAN BANGKAI

Dipersamakan dengan bangkai dalam hal keharamannya, yaitu apa (bagian tubuh) yang dipotong dari binatang ternak yang masih hidup, berdasarkan hadits Abu Waqid al-Laitsi, Rasulullah saw bersabda:

“Bagian tubuh yang dipotong dari binatang ternak yang berada dalam keadaan hidup adalah bangkai.” (Shahih: Ibnu Majah no. 2606, Ibnu Majah II hal. 1072 no. 3216, ’Aunul Ma’bud VIII hal. 60 no. 2841).

YANG DIKECUALIKAN DARI BANGKAI DAN DARAH

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah ialah limpa dan hati.”(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 210 dan ash-Shahihah no: 1118).

HARAM MAKAN KELEDAI JINAK (PIARAAN)

Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seseorang datang kepada Rasulullah saw, lalu berkata, “Keledai-keledai telah dimakan.” Kemudian orang (lain) datang kepada Beliau, lalu berkata, “Keledai-keledai telah dimakan.” Kemudian orang (lain lagi) datang kepada Beliau, lalu berkata, ”Keledai-keledai telah dimakan.” Kemudian Beliau menyuruh seseorang agar berseru di tengah-tengah para sahabat, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mencegah kalian dari (memakan) daging keledai peliharaan; karena sesungguhnya ia kotor.” Kemudian periuk-periuk yang penuh daging mendidih ditumpahkan. (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari IX: 653 no: 5528, Muslim III: 1540 no: 35 dan 1940).

HARAM MAKAN SETIAP BINATANG BUAS YANG BERTARING DAN SETIAP BURUNG YANG BERCAKAR

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah saw melarang setiap binatang buas yang bertaring dan setiap burung yang bercakar.” (Shahih: Mukhtashar Muslim nno: 1332, Muslim III: 1534 no: 1934, ’Aunul Ma’bud X: 277 no: 3785, Nasa’i VII: 206 dengan tambahan NAHAA YAUMA KHAIBAR (=Beliau melarang(nya) pada perang Khaibar).

PENGAHARAMAn JALLALAH

Jallalah ialah hewan yang mayoritas makanan utamanya adalah barang yang najis, sehingga haram dimakan, haram diminum susunya, dan haram dikendarai:

Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, “Rasulullah saw melarang daging jallalah dan susunya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2582, Ibnu Majah II: 1064 no: 3189, ’Aunul Ma’bud X: 258 no: 3767, Tirmidzi III: 175 no: 1884).

Darinya (Ibnu Umar) ra, katanya: “Rasulullah saw telah melarang jallalah dari kalangan unta, yaitu (tidak boleh) menunggangnya atau meminum susunya.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no: 3217 dan ’Aunul Ma’bud X: 260 no: 3769).

KAPAN JALLALAH KEMBALI HALAL

Jika binatang yang terkategori jallalah ditahan selama tiga (hari), lalu diberi makanan pokoknya barang bersih, maka boleh disembelih dan halal lagi dimakan.

Dari Ibnu Umar ra bahwa ia pernah menahan seekor ayam betina yang termasuk jallalah selama tiga (bulan). (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2504 dan Ibnu Abi Syaibah VIII: 147 no: 4660).

SEGALA YANG HARAM MENJADI MUBAH KETIKA TERPAKSA

Allah swt berfirman:

“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah: 173).

Firman-Nya lagi:

“Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (QS al-Maaidah: 3).

Ibnu Katsir ra dalam Kitab tafsirnya II: 14, memberi komentar sebagai berikut, “Yaitu barangsiapa yang amat sangat membutuhkan memakan sesuatu yang berasal dari barang-barang yang haram yang telah dikemukakan Allah ta’ala ini karena darurat, maka ia boleh memakannya, dan Allah akan mengampuni dan menyayanginya. Sebab Dia mengetahui kebutuhan hamba-Nya yang berada dalam keadaan terjepit dan amat sangat membutuhkan barang tersebut. Jadi Dia akan mengampuni dosa orang yang memakan barang yang haram karena terpaksa itu.

Dalam al-Musnad dan Shahih Ibnu Hibban disebutkan:

Dari Ibnu ra secara marfu’ bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah senang rukhshah-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia benci perbuatan maksiat kepada-Nya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 1896, al-Fathur Rabbani II: 108 dan Irwa-ul Ghalil III: 9 no: 504).

Oleh karena itu, para ahli fiqih berkata, “Terkadang makan bangkai itu menjadi satu kewajiban pada sebagian keadaan, yaitu manakala seseorang merasa khawatir dirinya celaka, dan ia tidak mendapatkan makanan yang lain. Kadang-kadang hukumnya mandub, sunnah, dan kadang-kadang juga mubah; tergantung situasi dan kondisinya.”

Namun mereka berbeda pendapat, apakah orang yang terpaksa itu boleh memakannya sekedar untuk bertahan hidup, atau memakannya sampai kenyang, atau sampai merasa puas? Dalam hal ini ada beberapa pendapat sebagaimana yang telah dipaparkan di dalam kitab fiqih mengenai hukum tersebut.

Lebih jauh Ibnu Katsir ra menegaskan, “Dan, tidak termasuk syarat bolehnya makan bangkai, manakala seseorang tidak mendapatkan makanan selama tiga hari, sebagaimana yang diduga oleh mayoritas orang awam dan selain mereka. Bahkan kapan saja ia terpaksa memakannya, maka ia boleh memakannya.”

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 761 - 766.

»»  read more

Hal-Hal yang perlu Dihindari dalam Menuntut Ilmu

Jangan Berkhayal
Jangan sampai engkau berhayal, yang mana di antaranya adalah engkau mengaku mengetahui sesuatu yang tidak engkau ketahui, atau mengaku menguasai sesuatu yang sebenarnya tidak engkau kuasai. Jika engkau melakukan itu, niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu.

Ini benar ... terkadang ada sebagian orang yang memperlihatkan dirinya seakan-akan dia itu seorang ulama yang luas wawasannya. Kalau dia ditanya, maka akan diam sebentar seakan-akan sedang merenung, kemudian dia mengangkat kepala seraya berkata, "Terdapat dua pendapat dalam masalah ini."

Janganlah engkau mengaku menjadi seorang ulama yang bisa memberi fatwa, padahal sebenarnya engkau tidak mempunyai ilmu sama sekali. Karena, perbuatan ini adalah kebodohan dan kesesatan. Oleh karena itu, Syaikh berkata, "Jika engkau melakukan itu, niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu."

Jangan Sampai Engkau Menjadi "Abu Syibr" (yang Dangkal Ilmunya)

Dikatakan bahwa ilmu itu ada tiga tingkatan, barang siapa yang berada pada tingkatan pertama, maka dia akan sombong, dan barang siapa yang berada pada tingkatan yang kedua, maka dia akan tawadhu', dan barang siapa yang berada pada tingkatan ketiga, maka dia akan mengetahui bahwa dirinya itu tidak punya ilmu.

Orang yang pertama itu sombong karena belum mengenal hakikat dirinya. Orang kedua bersikap tawadhu', namun dia masih memandang dirinya sebagai orang yang berilmu, sedangkan orang yang ketiga akan mengetahui bahwa dirinya itu bodoh, yang tidak mengetahui apa pun. Namun, yang ketiga ini apakah dia itu terpuji atau tercela? Jikalau engkau memandang bahwa dirimu itu orang yang bodoh, maka sudah pasti engkau tidak akan berani untuk berfatwa. Oleh karena itu, sebagian pelajar tidak pernah bisa bersikap tegas, dia selalu brkata, "Masalah ini tampaknya demikian atau ada kemungkinan bermakna demikian." Oleh karena itu, selagi Allah Ta'ala memberikan ilmu kepadamu, maka anggaplah dirimu sebagai orang yang berilmu, tegaslah dalam menjawab sebuah masalah, jangan jadikan orang yang bertanya menjadi korban banyak kemungkinan, jika itu engkau lakukan maka engkau tiak akan bisa memberi faedah kepada orang lain, namun orang yang tidak memiliki ilmu yang mapan, maka seharusnya dia mengaku tidak mempunyai ilmu.

Sudah Menyampaikan Ilmu sebelum Mempunyai Keahlian

Hindarilah menyampaikan ilmu sebelum punya keahlian, karena itu merupakan cela dalam ilmu dan amal. Dikatakan: "Barang siapa yang menyampaikan ilmu sebelum waktunya, maka sungguh dia telah menjatuhkan dirinya dalam kehinaan."

Termasuk hal yang wajib untuk dihindari adalah menyampaikan ilmu sebelum dia memiliki keahlian untuk hal itu. Karena, perbuatan itu adalah sebagai bukti atas beberapa hal.

  1. Perasaan ta'ajjub pada dirinya sendiri, dikarenakan dia memandang dirinya sebagai seorang yang berilmu.
  2. Itu menunjukkan kebodohannya serta ketidakpahamannya dalam menghadapi masalah ini, dikarenakan apabila orang lain melihat dia sudah berani menyampaikan ilmu, maka mereka akan menanyakan kepadanya banyak masalah yang nantinya akan membongkar kedoknya.
  3. Kalau dia menyampaikan ilmu sebelum punya keahlian pasti dia akan mengatakan atas nama Allah sesuatu yang tidak dia ketahui, karena kebanyakan orang yang punya maksud dan tujuan seperti ini, dia tidak peduli meskipun harus menghancurleburkan ilmu itu sendiri dan yang penting dia menjawab semua pertanyaan.
  4. Seseorang itu apabila sudah menyampaikan ilmu kebanyakan tidak lagi mau menerima kebenaran, karena dengan kebodohannya dia menyangka bahwa jika dia tunduk kepada orang lain meskipun dia benar adalah bukti bahwa dia bukan orang yang ahli dalam bidang ilmiah.

Pura-Pura Pandai

Hati-hati terhadap apa yang dijadikan penghibur oleh orang-orang yang bangkrut dalam dunia ilmiah, yaitu dia mempelajari satu atau dua masalah, lalu apabila dia berada di majelis ilmu yang di dalamnya ada orang yang terpandang, maka dia selalu melontarkan dua permasalahan tadi. Betapa seringnya perbuatan seperti ini menimbulkan cela, setidak-tidaknya orang lain akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Saya telah menerangkan permasalahan ini dan yang semisalnya dalam kitab At-Ta'alum.

Ada seseorang yang datang bertanya kepada seorang ulama yang terkenal dengan keilmuannya tentang suatu masalah yang dia sudah membahasnya dan menelitinya dengan berbagai dalil dan silang pendapat antara para ulama yang ada. Lalu dia berkata kepada seorang ulama yang hebat: "Apa pendapatmu tentang masalah begini dan begitu?" Lalu, apabila si ulama menjawab, "Haram," misalnya, maka dia pun mengatakan, 'Lalu, bagaimana dengan sabda Rasulullah yang berbunyi demikian, juga bagaimana dengan ucapan imam Fulan demikian." Lalu, dia pun melontarkan dalil-dalil yang tidak diketahui oleh ulama tersebut, karena seorang ulama sekalipun tentu tidak dapat menguasai semua masalah. Tujuan orang itu adalah ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih pandai daripada ulama tersebut. Dari sini, maka orang-orang awam akan membicarakannya, "Kemarin si Fulan berada di Majelis ulama Fulan, lalu dia tidak bisa menjawab pertanyaannya."

Ini terjadi pada sebagian ulama dan penuntut ilmu pada saman ini, dia memiliki ilmu tertentu seperti menekuni kitab nikah dan menelitinya dengan baik, namun kalau dia beralih ke bab jual beli yang letaknya sebelum kitab nikah, dia sama sekali tidak mengetahuinya. Banyak orang sekarang yang pura-pura pandai dalam ilmu hadits, dia berkata, "Si Fulan meriwayatkan dari Fulan, dan dalam hadits ini ada sanad yang terputus, dan sebab terputusnya adalah demikian." Namun, kalau engkau tanya dia tentang salah satu ayat Al-Qur'an, dia tidak bisa menjawabnya.

Hanya Mengisi Kekosongan Kertas

Sebagaimana engkau juga jangan sampai menulis kitab yang tidak bermakna serta tidak memenuhi delapan tujuan karya tulis, yang paling terakhir adalah jangan menulis hanya untuk mengisi kekosongan kertas. Maka, hati-hatilah dari menulis sebuah kitab sebelum engkau benar-benar ahli dan sudah memperoleh alat-alatnya secara sempurna serta sudah matang secara ilmiah dalam bimbingan para gurumu. Karena, engkau akan menulis sebuah cela dan menampakkan kehinaan pada dirimu.

Adapun bagi orang-orang yang memang sudah ahlinya, dan sudah sempurna ilmunya serta banyak ilmu yang diketahuinya dengan mempelajari kitab-kitab yang besar dan menghafal kitab yang kecil, juga dia bisa mengingat semua permasalahannya, maka menulis sebuah kitab baginya adalah perbuatan yang sangat mulia sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama.

Jangan lupakan ucapan Al-Khathib al-Baghdadi, "Barang siapa yang menulis kitab, maka berarti dia telah menjadikan akal pikirannya dalam sebuah nampan yang dia tawarkan kepada orang lain."

Syarat-syarat yang disebutkan oleh Syaikh ini tidak mungkin terpenuhi pada saat ini. Karena, saat ini kita banyak menemukan beberapa kitab yang ditulis oleh orang-orang yang tidak dikenal sebagai ulama. Seandainya engkau menelaah apa yang mereka tulis, akan engkau dapati bahwa kitab itu tidak keluar dari orang yang sudah mapan keilmuannya, hanya berisi banyak nukilan yang kadang-kadang disandarkan pada yang mengakatannya dan terkadang tidak. Yang penting kita tidak terlebih dahulu berbicara tentang niat, karena niat itu hanya Allah yang mengetahuinya, namun kita katakan, "Tunggulah waktunya ... tunggulah waktunya."

Kalau nanti engkau sudah memiliki ilmu dan kemampuan, maka berilah ulasan kitab-kitab tersebut dengan sebaik-baiknya, karena memang sebagiannya belum terdapat dalil-dalilnya secara lengkap.

Sikap Anda terhadap Kesalahan Para Ulama Terdahulu

Apabila engkau mendapatkan kesalahan seorang ulama, maka janganlah engkau senang untuk bisa merendahkan martabatnya, namun senanglah karena engkau bisa membenarkan kesalahannya. Karena, orang yang jujur akan mamastikan bahwa tidak ada seorang ulama pun yang lepas dari kesalahan dan kealpaan, terutama ulama yang banyak karya ilmiahnya.

Tidak ada orang yang senang untuk meremehkannya dengan kesalahan ini kecuali orang yang berlagak pandai, orang semacam ini ingin menyembuhkan sakit pilek malah mengakibatkan sakit lepra.

Ya ... memang harus diingatkan kesalahan atau kelalaian seorang ulama yang sudah dikenal tentang keilmuan dan keutamaannya, namun jangan sampai hal itu berakibat mengurangi kehormatannya yang akan bisa membuat orang lain terpedaya.

Sikap seseorang terhadap kesalahan para ulama, baik yang hidup sebelumnya atau yang semasa dengan dia ada dua cara. (1) Meluruskan kesalahannya. Seseorang wajib mengingatkan sebuah kesahalan orang lain meskipun dia seorang ulama besar, baik dia hidup semasa dengannya atau sebelumnya, karena menjelaskan kesalahan seseorang adalah hal yang wajib. Dan, jangan sampai menghilangkan sebuah kebenaran hanya karena menghormati orang yang mengatakan kebatilan, karena menghormati kebenaran itu lebih diutamakan. (2) Terkadang ada orang yang menyebutkan kesalahan ulama semasanya atau yang sebelumnya dengan tujuan membongkar aibnya, bukan untuk mnejelaskan kebenaran. Ini hanya terjadi dari orang yang punya penyakit hasad dalam hatinya. Dia berharap bisa menemukan sebuah pendapat yang lemah atau kesalahan orang lain, lalu dia menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, engkau jumpai ahli bid'ah melecehkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mereka mencari-cari sesuatu yang paling bisa digunakan untuk mencelanya, lalu mereka menyebarkannya dan menghinanya. Mereka katakan, "Ibnu Taimiyah menyelisihi ijma' tatkala mengatakan bahwa thalaq tiga sekaligus dihitung satu. Ini adalah pendapat yang aneh, dan barang siapa yang berpendapat aneh (sendiri), maka dia akan masuk neraka. Dia juga menghukumi bahwa seorang suami jika mengatakan kepada istrinya: "Engkau saya cerai," maka dia harus membayar kaffarah (denda) sumpah, padahal dia tidak bersumpah sama sekali dan hanya mengatakan, "Jikalau engkau berbuat begini, maka engkau saya ceraikan." Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa Allah masih terus berbuat, dan pendapat ini mempunyai konsekuensi bahwasannya ada yang qadim selain Allah, karena semuanya ini terjadi dengan perbuatan Allah, maka jika perbuatan Allah itu qadim, maka yang terjadi akibat perbuatan itu pun qadim, sehingga dengan demikian dia telah mengatakan adanya dua ilah. Juga ucapan semisalnya yang mereka ambil dari sebagian ketergelinciran beliau, lalu mereka menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Padahal, yang benar dalam semua masalah ini adalah beliau. Namun, karena mereka itu adalah orang yang hasad lagi pendendam--na'udzubillaah min dzalik--maka lain lagi urusannya.

Oleh karena itu, sikapmu terhadap kesalahan ulama sebelummu hendaklah didaari dengan tujuan mencari kebenaran. Karena, barang siapa yang tujuannya mencari kebenaran, maka akan diberi taufiq untuk menerima kebenaran tersebut. Adapun orang yang bertujuan untuk membongkar kesalahan orang lain, seperti orang yang mencari-cari kesalahan saudaranya, maka orang semacam itu akan dicari-cari kesalahannya oleh Allah. Dan barang siapa yang dicari-cari kesalahannya oleh Allah, maka Allah akan membongkar aibnya walaupun dia sembunyi di dalam rumah ibunya.

Orang yang jujur adalah orang yang mampu berkata adil. Orang semacam ini kalau menelaah ucapan para ulama niscaya akan mengetahui bahwa tidak ada seorang ulama pun kecuali mempunyai kesalahan dan kelalaian, terutama orang yang banyak menulis karya-karya ilmiah dan banyak berfatwa. Oleh karena itu, sebagian orang berkata, "Barang siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya, dan barang siapa yang sedikit bicaranya, akan sedikit kesalahannya."

Menolak Syubhat

Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut yang bisa menerima apa pun yang mendatanginya. Hindarilah syubhat pada dirimu, juga orang lain, karena syubhat itu sangat menyambar-nyambar dan hati itu lemah, dan orang yang paling banyak menebarkan syubhat adalah para ahli bid'ah, maka hati-hatilah terhadap mereka.

Ini adalah wasiat yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah kepada murid beliau, Imam Ibnul Qayyim, beliau berkata, "Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut, yang bisa menerima semua yang masuk padanya, namun jadikanlah seperti kaca bersih, dia bisa menampakkan apa yang ada di belakangnya tanpa harus terpengaruh dengan apa pun yang mengenainya."

Kebanyakan orang tidak mempunyai ketetapan hati dan dia selalu memikirkan berbagai syubhat. Alangkah benarnya perkataan para ulama, "Seandainya kita menuruti berbagai syubhat aqliyah, maka tidak akan ada satu pun nash yang selamat, pasti semuanya menjadi ragu-ragu dan penuh dengan berbagai kemungkinan. Oleh karena itu, para sahabat Nabi mengambil makna zhahir Al-Qur'an dan As-Sunnah dan tidak merenung sambil berkata, "Kalau ada yang bertanya begini bagaimana?"

Berjalanlah sesuai dengan zhahir Al-Qur'an, karena yang zhahir itulah pokok makna Al-Qur'an. Tatkala engkau melihat sejarah Rasulullah bersama para sahabatnya, niscaya akan engkau jumpai bahwa mereka memahami sesuatu sesuai dengan zhahirnya. Saat Rasulullah mengatakan kepada para sahabat bahwa Allah Ta'ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, apakah mereka mengatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, bagaimana cara turun Allah? Apakah langit itu cukup bagi-Nya? Apakah mereka menanyakan seperti itu? Tidak ...!

Oleh karena itu, saya nasihatkan kepada kalian agar jangan memikirkan hal-hal tersebut, terutama sekali pada masalah ghaib, karena akal manusia akan bimbang kalau terus memikirkannya dan tidak akan pernah mengetahui hakikatnya. Biarkanlah dia sesuai dengan zhahirnya. Katakan: "Kami dengar dan kami imani serta kami percayai." Karena, yang ada di balik itu masih lebih besar lagi. Inilah sebenarnya yang selayaknya dilakukan oleh penuntut ilmu.

Hindari Kesalahan

Jauhilah lahn (kesalahan), baik dalam kata-kata maupun tulisan. Karena, kata-kata dan tulisan yang disampaikan tanpa kesalahan akan nampak agung dan bersih. Juga akan nampak manisnya sebuah makna yang terpancar dari kata-kata indah tanpa salah. Umar bin Khaththab mengatakan, "Belajarlah bahasa Arab, karena itu akan menambah kewibawaanmu." [1] Diceritakan bahwa para ulama salaf terdahulu biasa mumukul anak mereka karena kesalahan bahasa. Imam Al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ar-Rahabi, beliau berkata, "Saya mendengar sebagian sahabat kami berkata, 'Apabila ada seseorang yang sering salah menyalin tulisan dari tulisan orang y ang sering salah, dan tulisan itu juga disalin oleh orang yang sering salah, maka jadilah tulisan itu bahasa Persia'." [2]

[1] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'ab (1765) dan Al-Khathib al-Baghdadi dalam Al-Jami'(1067).
[2] Lihat Al-Jami' (1064).

Al-Mubarrid berkata:
"Ilmu nahwu bisa membetulkan lisan orang yang salah.
Dan orang akan dihormati apabila dia tidak salah bicara.
Apabila engkau menginginkan ilmu yang paling utama.
Maka yang paling utama adalah yang bisa meluruskan lisanmu."
(Bait syair ini bukan ucapan Al-Mubarrid, namun ucapan Ishaq bin Khalaf al-Baharani. Lihat Al-Kamil [II/536-537]).

Dari sini, maka jangan percayai ucapan Al-Qasim bin Mukhaimirah rhm., "Belajar nahwu itu awalnya hanya akan menyibukkan diri dan berakhir dengan kezaliman."

Juga, jangan percayai ucapan Bisyir al-Hafi rhm. tatkala ada yang berkata kepadanya, "Belajarlah ilmu nahwu."
Dia menjawab, "Nanti saya akan tersesat."
Dia berkata lagi, "Katakanlah 'Ali telah memukul 'Amr."
Bisyr berkata, "Wahai saudaraku, kenapa 'Ali memukulnya?"
Dia menjawab, "Wahai Abu Nashr (panggilan Bisyr al-Hafi) 'Ali tidak memukulnya, namun ini adalah sebuah kaidah dasar yang dijadikan contoh."
Maka, Bisr pun berkata, "Berarti ilmu ini awalnya adalah kebohongan, saya tidak membutuhkannya."
Kedua kisah ini diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam kitab Iqtidha' al-'Ilmi al-'Amal.

Aborsi Pemikiran

Hindarilah aborsi pemikiran, yaitu melahirkan buah pikiran sebelum matang.

Maknanya, janganlah engkau tergesa-gesa menyampaikan ilmu yang engkau dapatkan, terlebih-lebih kalau masalah yang akan engkau sampaikan itu berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama atau menyelisihi kandungan dalil lain yang shahih, karena sebagian orang ada yang ingin menempuh jalan pintas, tatkala dia dapati sebuah hadits, maka dia akan langsung mengambilnya, meskipun hadits tersebut dha'if (lemah) dan bertentangan dengan hadits yang shahih, kemudian menyampaikannya kepada khalayak umum, sehingga mereka menyangka bahwa dia telah mencapai sebuah tingkatan ilmu yang belum dicapai oleh selainnya. Oleh karena itu saya katakan, "Jika engkau melihat sebuah hadits yang menunjukkan kepada sebuah hukum yang menyelisihi hadits-hadits yang shahih, yang seharusnya jadi landasan inti hukum dan diterima oleh umat, maka janganlah engkau tergesa-gesa menyampaikannya, demikian halnya jika hadits tersebut menyelisihi pendapat jumhur, jangan tergesa-gesa engkau mengatakannya. Namun, jika memang itulah yang benar, maka engkau wajib menyampaikannya.

Israiliyyat Gaya Baru

Hindarilah israiliyyat gaya baru yang sengaja dihembuskan oleh para orientalis dari kalangan Yahudi dan Nasrani, karena hal itu lebih berbahaya daripada israiliyyat zaman dulu. Israiliyyat yang ada pada zaman dahulu ini telah jelas urusannya bagi kita dengan penjelasan dari Rasulullah dan keterangan para ulama. Adapun israiliyyat gaya baru yang merasuki pemikiran Islam seiring dengan majunya kebudayaan dan era globalisasi, ini adalah kejelekan yang nyata dan serangan yang sangat mematikan. Sebagian umat Islam saat ini sudah menjadikannya sebagai jalan hidup, adapun yang lainnya ada yang tunduk patuh padanya. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus ke dalamnya. Semoga Allah melindungi umat Islam dari keburukannya.

Yang dimaksud oleh Syaikh di atas adalah pemikiran-pemikiran yang merasuki tubuh umat Islam lewat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ini bukanlah israiliyyat yang berupa berita, namun ini berupa sebuah pemikiran yang banyak masuk pada kitab sastra atau lainnya. Di antara pemikiran ini ada yang masuk pada masalah muamalah, ibadah, serta pernikahan. Sehingga, ada sebagian orang yang mengingkari poligami, padahal banyak para ulama yang mengatakan bahwa poligami itu lebih utama daripada monogami. Mereka mengingkari poligami dan mengatakan bahwa syariat ini hanya untuk masa lampau. Orang semacam itu tidak memahami bahwa poligami pada zaman sekarang ini lebih dibutuhkan dari pada zaman dahulu, karena saat ini jumlah wanita sangat banyak, juga banyaknya fitnah sehingga wanita butuh untuk bisa menjaga kemaluannya.

Hindarilah Debat ala Bizantium (Debat Kusir)

Maksudnya adalah debat kusir, yang tidak menghasilkan apa-apa. Dulu orang-orang Bizantium memperdebatkan tentang jenis mlaikat, padahal saat itu musuh sudah ada di pintu gerbang negeri mereka, sehingga akhirnya musuh-musuh itu menghancurleburkan mereka. Beginilah sebuah perdebatan dalam urusan yang sepele menjadikan mereka tidak bisa mendapatkan jalan petunjuk.

Petunjuk salaf dalam masalah ini adalah menahan diri dari banyak permusuhan dan perdebatan, dan sering melakukannya adalah tanda kurangnya wara'. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan al-Bashri tatkala beliau mendengar orang-orang berdebata, "Mereka itu orang-orang yang bosan beribadah, maka mereka menjadi enteng berbicara dan berkurang rasa wara' mereka, oleh mereka itu mereka selalu berbicara." [3] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.

[3] Riwayat Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (II/157) dan Ibnu Abi 'Ashim dalam Az-Zuhd (I/272).

Debat kusir harus dihindari, adapun perdebatan yang bertujuan untuk mencari kebenaran yang didasari dengan sikap saling menghormati dan tidak berlebih-lebihan, maka itu diperintahkan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya), "Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ..." (An-Nahl: 125).

Perdebatan seperti yang dicontohkan oleh Syaikh di atas yang dilakukan oleh orang-orang Bizantium yaitu perdebatan tentang jenis malaikat adalah sesuatu yang tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena, pertanyaan itu di luar batas kemampuan akal kita. Kita hanya mengetahui dari apa yang telah diberi tahu oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti malaikat tercipta dari cahaya, mereka memiliki tubuh dan sayap, mereka juga bisa naik dan turun.

Termasuk perdebatan ini adalah seperti yang dilakukan oleh ahli kalam, yaitu perdebatan mereka tentang berbagai masalah aqidah. Misalnya, apakah kalam Allah itu sifat fi'liyah atau dzatiyah? Apakah kalam Allah itu baru atau qadim? Apakah Allah turun ke langit dunia itu secara hakikat ataukah hanya kiasan? Apakah jari-jari Allah itu hakikat ataukah sekadar kiasan? Dan seterusnya. Wahai ikhwah sekalian, sesungguhnya pembahasan semacam ini hanya akan mengeraskan hati dan akan menghilangkan keagungan dan kemuliaan Allah dari hatinya. Sangat disayangkan kalau ada yang membahas sifat Allah seakan-akan dia sedang membahas jasad yang mati, subhanallah! Padahal, sebelumnya kalau dia mendengar nama Allah akan merinding bulu kuduknya karena mengingat keagungan dan kemuliaan-Nya.

Semua perdebatan semacam ini tidak ada manfaatnya, tirulah para sahabat yang tidak mempertanyakan hal-hal semacam ini, karena apabila mereka menanyakan dan membahasnya hanya akan berakibat kerasnya hati. Namun, jika nama Allah masih agung dan mulia di dalam hatimu dan engkau tidak membahas masalah-masalah tersebut, maka ini akan menjadikan-Nya lebih Agung dan Mulia. Perhatikanlah hal ini karena inilah sebuah kebenaran.

Tidak Ada Kelompok Tidak juga Partai yang Dapat Dipersembahkan Wala' dan Bara' Kepadanya

Identitas seorang muslim adalah taat dan takwa kepada Allah Ta'ala dan cinta perdamaian, wahai para penuntut ilmu, semoga Allah memberikan berakah pada diri dan ilmumu, tuntutlah ilmu dan amalkanlah, kemudian dakwahkanlah sesuai dengan cara para ulama salaf.

Janganlah engkau suka keluar masuk pada berbagai jama'ah, karena berarti engkau akan keluar dari tempat yang lapang menuju sebuah tempat yang sangat sempit, semua yang ada dalam Islam adalah merupakan manhaj hidup, kaum muslimin adalah satu jama'ah, sedangkan tangan Allah berserta jama'ah. Dalam Islam tidak dikenal sistem fanatik golongan. Saya berlindung kepada Allah dan saya berdoa kepada-Nya agar jangan sampai kalian berpecah-belah, sehingga kalian akan menjadi mangsa berbagai kelompok, golongan, dan madzhab-madzhab bathil, yang mana dengan semua itu engkau memasang bendera wala' dan bara'.

Jadilah seorang pelajar muslim yang sesungguhnya, yang mengikuti atsar dan meneladani sunnah, berdakwah atas dasar bashirah ilmu dengan tetap mengakui keutamaan para ulama yang terdahulu. Karena, fanatik golongan ini punya sistem dan cara tersendiri yang belum pernah dikenal oleh para ulama salaf, yang mana ini adalah penghalang terbesar dari menuntut ilmu serta mampu memecah-belah dari persatuan umat Islam. Sudah berapa banyak fanatik golongan ini mampu melemahkan kekuatan dan persatuan umat Islam? Serta menjadikan banyak kesengsaraan bagi kaum muslimin? Oleh karana itu, hati-hatilah dari fanatik golongan yang sudah banyak kejahatan dan keburukannya. Berbagai golongan itu tidak ada bedanya dengan paralon saluran air yang hanya bisa mengumpulkan air kotor lalu membuangnya begitu saja, kecuali hanya orang yang dirahmati oleh Allah sajalah yang bisa tetap berpegang teguh dengan manhaj Rasulullah dan para sahabatnya.

Imam Ibnul Qayyim tatkala menerangkan tentang ciri-ciri orang yang ahli ibadah berkata, "Ciri yang kedua bahwasannya mereka tidak menisbatkan diri dengan sebuah nama tertentu. Maksudnya tidaklah mereka dikenal oleh masyarakat dengan sebuah nama tertentu, yang sudah menjadi lambang bagi ahli thariqat shufiyyah. Juga, termasuk ciri mereka adalah tidak terikat dengan amal perbuatan tertentu yang akhirnya mereka akan dikenal dengan amal perbuatan tersebut. Karena, ini semua adalah sebuah cacat dalam beribadah dikarenakan ibadah itu hanya bersifat sektoral.

Adapun orang yang melakukan ibadah secara universal, maka dia tidak akan pernah dikenal dengan amal salah satu ibadah sjaa, karena dia memenuhi panggilan semua bentuk ibdah. Dia bisa memberikan sumbangsih pada semua sektor ibadah. Dia tidak terikat dengan simbol dan lambang nama, baju, sistem, dan cara tertentu. Bahkan, kalau ditanya tentang siapa gurunya? Dia menjawab, "Rasulullah saw." Tentang manhajnya? Dia menjawab, "Ittiba', mengikuti jejak Rasulullan." Tentang pakaiannya? Dia menjawab, "Pakaian ketakwaan." Tentang madzhabnya? Dia menjawab, "Menghukumi dengan sunnah Rasulullah." Tentang tujuan dan harapannya? Dia menjawab, "Menginginkan wajah Allah." Tentang perjuangannya? Dia menjawab, "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat ...." (An-Nur: 36-37). Tentang nasabnya? Dia menjawab, "Bapak saya adalah Islam, saya tidak mempunyai bapak yang lain. Saat orang-orang membanggakan sebagai keturunan Bani Qais dan Bani Tamim." Tentang makanan dan minumannya? Dia menjawab, "Apa urusanmu dengan dia?" Dia memiliki sepatu dan tempat minumnya, dia bisa minum air dan memakan rumput sampai akhirnya akan bertemu dengan pemiliknya:
Alangkah meruginya apabila umur telah habis.
Dan waktu telah pergi antara hinanya kelemahan dan kemalasan.
Padahal, orang lain telah menempuh jalan keselamatan.
Dan mereka secara perlahan telah menuju pada cita-cita yang tinggi.

Kemudian beliau berkata, "Merekalah simpanan Allah di mana pun mereka berada." Simpanan seorang raja adalah sesuatu yang disembunyikannya sendiri untuk keperluannya saja dan tidak pernah diberikan kepada orang lain. Demikian juga simpanan seseorang adalah sesuatu yang disimpan untuk keperluan dan hajatnya pribadi. Ahli ibadah yang universal tadi tatkala tertutupi dari pandangan orang lain, mereka tidak dipandang penting, mereka juga tidak menisbatkan diri dengan nama, madzhab, guru, dan baju tertentu, maka merekalah simpanan Allah yang tertutup rapat.

Mereka adalah makhluk yang paling jauh dari malapetaka, karena sering kali malapetaka itu terjadi karena terkait dengan simbol tertentu, dengan mengikat diri dengan cara tersebut. Itulah yang bisa memutus hubungan dengan Allah tanpa mereka sadari. Anehnya, merekalah yang biasa disebut dengan ahli ibadah, padahal merekalah orang yang terputus hubungannya dengan Allah dengan sebab keterkaitan mereka dengan semua itu. Seorang ulama pernah ditanya tentang (nama lain dari) sunnah. Maka, beliau menjawab, "Tidak mempunyai nama lain, kecuali As-Sunnah." Maksudnya bahwa Ahlus Sunnah tidaklah mempunyai nama lain yang mereka menisbatkan diri kepadanya melainkan hanya As-Sunnah.

Sebagian orang ada yang terikat dengan cara berpakaian orang lain, ada lagi yang duduk di sebuah tempat yang tidak mungkin ia duduk pada tempat lainnya, ada yang berjalan dengan cara tertentu yang ia tidaka akan berjalan dengan cara lain atau dalam hal pakaian dengan cara khusus atau juga menjalankan ibadah tertentu yang ia tidak akan melakukan ibadah lainnya meskipun lebih tinggi derajatnya, juga ada yang terikat dengan guru tertentu yang mana ia tidak akan pernah belajar kepada yang lainnya, meskipun guru lain itu lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mereka semua terhalang untuk mendapatkan tujuan tertinggi, mereka telah terikat dengan adat, sistem, keadaan, istilah-istilah tertentu yang menghalangi mereka dari ittiba' secara murni, maka mereka pun meninggalkannya. Kedudukan mereka paling jauh dari ittiba'. Engkau akan melihat sebagian di antara mereka beribadah kepada Allah dengan cara riyadhah, menyendiri dan mengosongkan hati. Orang ini menganggap bahwa menuntut ilmu akan memutus jalan beribadah. Apabila disampaikan kepadanya tentang mencintai karena Allah dan memusuhi karena Allah, memerintahkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemunkaran, dia akan menganggap ini sebagai sesuatu yang jelek. Apabila ada di antara anggota mereka yang melakukannya, maka akan segera dikeluarkan dari kelompok mereka. Mereka adalah orang yang paling jauh dari Allah meskipun yang paling dianggap dekat.

Ini adalah pembahasan yang penting, yaitu masalah hendaknya seorang penuntut ilmu terbebas dari fanatisme kelompok dan golongan, yang akan mempersembahkan wala' dan bara' terhadapnya. Hal ini tanpa diragukan lagi adalah menyelisihi madzhab salaf, karena para ulama salaf yang shaleh tidak memiliki fanatisme golongan, semuanya hanya ada satu kelompok, yaitu yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya, ".... Dia (Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu ...." (Al-Hajj: 78). Tidak boleh ada fanatisme golongan, wala' dan bara' kecuali yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sebagian orang ada yang fanatik pada kelompok tertentu, dia telah menetapkan manhaj kelompoknya, lalu mencari-cari dalil untuk mendukung pendapatnya, yang malahan dalil itu membantah pendapatnya sendiri, dia menyesatkan orang yang tidak masuk dalam kelompoknya, orang semacam ini membuat sebuah kaidah: "Barang siapa tidak masuk kelompoknya berarti musuhnya."

Pendapat ini sangat jelek, karena ada orang yang tidak masuk dalam kelompokmu namun dia juga bukan musuhmu, juga kalau ia adalah lawanmu dalam mencari kebenaran, maka sebenarnya dia adalah kawanmu, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Tolonglah saudaramu, baik dia menzalimi ataupun yang dizalimi." (HR Bukhari).

Tidak ada fanatisme golongan dalam Islam. Oleh karena itu, tatkala muncul kelompok dan golongan dalam tubuh umat Islam, maka umat pun berpecah-belah dan muncul berbagai macam cara dan sistem yang berbeda, yang akhirnya sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lainnya dan memakan daging saudaranya.

Sebgai sebuah contoh saat ini ada sebagian pelajar yang berguru pada salah seorang syaikh, lalu orang ini membela gurunya, baik dia benar atau salah, adapun guru lainnya disesatkan dan dibid'ahkan. Dia berpendapat bahwa hanya gurunyalah yang berbuat kebaikan adapun yang lainnya mungkin orang bodoh atau orang yang suka berbuat kerusakan. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Ambil kebenaran dari mana pun datangnya, dan apabila engkau tertarik pada salah seorang guru, maka belajarlah padanya, namun ini bukan berarti engkau membelanya, baik benar maupun salah, juga bukan berarti engkau menyesatkan dan melecehkan yang lain.

Hal-Hal yang Merusak Adab-Adab Ini

Wahai saudaraku ... semoga Allah menjaga kita semua dari kesalahan .... Apabila engkau membaca adab pelajar muslim ini dan engkau juga telah mengetahui sebagian dari perangai yang merusaknya, maka ketahuilah bahwa perkara yang paling merusak adab ini adalah:

  1. Menyebarkan rahasia.
  2. Menyitir ucapan suatu kaum, lalu disampaikan kepada kaum yang lain.
  3. Kasar dan berlebihan dalam ucapan maupun perbuatan.
  4. Banyak bersenda gurau.
  5. Ikut campur urusan orang lain.
  6. Dengki.
  7. Hasad (iri).
  8. Berburuk sangka.
  9. Duduk bersama ahli bid'ah.
  10. Berjalan menuju tempat yang haram.

Jauhilah semua perbuatan tercela ini dan perbuatan-perbuatan yang semisalnya, dan janganlah engkau melangkahkan kaki menuju ke tempat yang terlarang, jika engkau melanggar ini, maka berarti engkau orang yang lemah agama, tidak berbobot, tukang main-main, ahli ghibah (mengumpat) dan ahli namimah (adu domba), lalu bagaimana mungkin engkau bisa menjadi seorang pelajar yang handal yang mempunyai ilmu serta mampu mengamalkannya?

Semoga Allah meluruskan langkah-langkah kita, dan semoga Dia menganugerahkan semuanya dengan ketakwaan dan kebaikan dunia dan akhirat. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi kita, Muhammad saw., keluarga dan sahabat beliau.

Bakr bin 'Abdullah Abu Zaid
25/10/1408 H

Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc, editor isi Abu 'Azzam (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).

»»  read more

Wanita Yang Masuk Neraka Karena Seekor Kucing

Pengantar

Hati yang keras dan tabiat yang buruk bisa menjerumuskan pemiliknya ke dalam neraka. Hal itu karena ia kosong dari kasih sayang yang membuatnya tidak peduli terhadap apa yang dia lakukan kepada orang lain, maka ia membunuh, memukul, dan merusak. Dengan itu, mereka mencelakakan diri mereka disebabkan apa yang mereka lakukan kepada orang lain. Di antara mereka ada seorang wanita yang diceritakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dia mengurung seekor kucing sampai ia mati kelaparan dan kehausan. Karena perbuatan itu dia pun masuk neraka.

Teks Hadis

Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi bersabda, "Seorang wanita masuk neraka karena seekor kucing yang dia kurung sampai mati. Dia masuk neraka karenanya. Dia tidak memberinya makan, dan minum sewaktu mengurungnya. Dia tidak pula membiarkannya dia makan serangga bumi."

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melihat wanita yang mengikat kucing ini berada di neraka manakala beliau melihat surga dan neraka pada shalat gerhana. Dalam Shahih Bukhari dari Asma' binti Abu Bakar bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Lalu neraka mendekat kepadaku sehingga aku berkata, 'Ya, Rabbi, aku bersama mereka?' Aku melihat seorang wanita. Aku menyangka wanita itu diserang oleh seekor kucing. Aku bertanya, 'Bagaimana ceritanya?' Mereka berkata, 'Dia menahannya sampai mati kelaparan. Dia tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya mencari makan.'" Nafi' berkata, "'Menurutku dia berkata, 'Mencari makan dari serangga bumi.'"

Muslim meriwayatkan hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang melihat seorang wanita yang mengikat kucing berada di neraka, dari Jabir. Di dalamnya terdapat keterangan bahwa wanita itu berasal dari Bani Israil. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa wanita itu berasal dari Himyar.

Takhrij Hadis

Hadis tentang kucing dalam Shahih Bukhari dalam Kitab Bad'il Khalqi, bab jika lalat jatuh ke dalam bejana salah seorang dari kalian, 6/356, no. 3318. Dan dalam Kitab Ahadisil Anbiya' no. 3482. Dan dalam kitabul Musaqah, bab keutamaan memberi minum, 5/41, no. 2365.

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar dalam Kitabus Salam, bab diharamkannya membunuh kucing (4/1760, no. 2242-2243).

Hadis tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat seorang wanita yang mengikat kucing diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dalam Kitabul Adzan dan Asma' binti Abu Bakar (2/231, no. 745) dan Kitabul Musaqah Abdullah, keutamaan memberi air minum, (5/41, no. 2364).

Adapun riwayat Muslim tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat wanita yang menyiksa kucing terdapat dalam Kitabul Kusuf, bab apa yang diperlihatkan kepada Rasulullah dalam shalat kusuf, 2/622, no. 904.

Penjelasan Hadis

Ini adalah kisah wanita Himyariyah Israiliyah yang mengurung seekor kucing, tetapi dia tidak memberinya makan dan minum hingga kucing itu mati karena kelaparan dan kehausan. Ini menunjukkan kerasnya tabiat itu, betapa buruk akhlaknya, serta tiadanya belas kasih di hatinya. Dia sengaja menyakiti. Jika di hatinya terdapat belas kasih, niscaya dia melepaskan kucing itu. Dan sepertinya dia mengurungnya sepanjang siang dan malam. Ia merasakan haus dan lapar dengan suara yang memelas minta bantuan dan pertolongan. Suara dengan ciri tersendiri yang dikenal oleh orang-orang yang mengenal suara. Akan tetapi, hati wanita ini telah membatu dan tidak terketuk oleh suara pilu kucing itu. Dia tidak menghiraukan harapan dan impiannya. Suara itu melemah, lalu seterusnya menghilang. Kucing itu mati. Ia mengadu kepada Rabbnya tentang kezhaliman manusia yang hatinya keras dan membatu.

Jika wanita ini ingin agar kucing ini tetap di rumahnya, dia mungkin saja memberinya makan dan minum yang bisa menjaga hidupnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menyampaikan kepada kita bahwa kita meraih pahala dengan berbuat baik kepada binatang. Jika dia enggan memberinya makan yang menjaganya dari hidup, maka dia harus melepasnya dan membiarkannya bebas di bumi Allah yang luas. Ia pasti mendapatkan makanan yang bisa menjaga hidupnya. Lebih-lebih, Allah telah menyediakan rizki bagi kucing tersebut dari sisa-sisa makanan orang, begitu pula serangga-serangga yang ditangkapnya.

Perbuatan ini telah mencelakakan wanita tersebut, sehingga dia masuk neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat kucing itu memburu wanita yang menahannya di neraka. Bekas-bekas cakaran tergores di wajah dan tubuhnya. Beliau melihat itu manakala surga dan neraka diperlihatkan kepadanya pada saat shalat gerhana.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis
  1. Besarnya dosa orang-orang yang menyiksa binatang dan menyakitinya dengan memukul dan membunuh. Wanita ini masuk neraka karena dia menjadi sebab kematian seekor kucing.
  2. Boleh menahan binatang seperti kucing, burung, dan sebagainya, jika diberi makan dan minum. Jika tidak mampu atau tidak mau, maka hendaknya melepaskannya dan membiarkannya pergi di bumi Allah yang luas untuk mencari rizkinya sendiri.
  3. Di akhirat, manusia diadzab sesuai dengan perbuatannya di dunia. Wanita ini diserang oleh seekor kucing di neraka dengan mencakari tubuhnya.

Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 385 --388.

»»  read more
 

Satu

Satu

Dua

dua

Tiga

tiga

Enam

enam

Lima

lima

Empat

empat